Skip to main content

Seminar Membangun Peradaban Islam Indonesia: Gudang Ilmu Gratis!

Hari ini, kamis 9 Januari 2011, menjadi hari yang cukup mengubah mindset serta paradigma saya sebagai umat islam. Kebetulan beberapa hari yang lalu ada invitement dari sebuah grup facebook, sebuah undangan seminar yang cukup menggugah selera berpikir. “Ikhtiar Menjadikan Indonesia sebagai Pusat Peradaban Islam di Dunia” dengan pembicara Hasyim Muzadi, Jusuf Kalla, dan Din Syamsudin. Wah sepertinya kesempatan menarik mengingat dunia yang akan saya selami sebentar lagi (insya Allah). Maka dengan niat tulus menuntut ilmu – serta mencari teman seperjuangan- saya pun hadir di acara tersebut

45 menit dari yang dijadwalkan, acara pun dimulai dengan sambutan dari ketua panitia. Nah, disinilah saya baru mengerti, kajian ini diadakan oleh Pusat Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia, sebuah grup diskusi (seperti GDUI) yang resmi dan diakui oleh rektorat. Pengurusnya pun bukan orang sembarangan, selain dosen dan mahasiswa, tokoh tokoh nasional pun turut serta menyumbangkan pikirannya. PKTT pun rutin mengeluarkan jurnal ilmiahnya dua kali dalam satu tahun. “Semoga suatu saat bisa bekerja sama dengan grup luar biasa ini”, gumam saya. Pak basuni, ketua PKTT, juga menekankan pada pentingnya melebarkan scope islam yang dianggap sempit oleh penganutnya sendiri. Islam pun juga mengajarkan bagaimana mencintai lingkungan, mengajarkan pemerintahan yang baik, sosiologi, filsafat, dan bahkan ilmu-ilmu alam seperti biologi. Rahmatan lil ‘alamin, insya Allah.

Pak Hasyim Muzadi pun memulai dialognya. Ada tema besar yang diusung tapi saya lupa redaksionalnya. Islam merupakan sesuatu yang tinggi, aksiomatik. Kebesaran islam ini diintepretasikan dalam konsep rahmatan lil ‘alamin, yang artinya rahmat bagi seluruh alam. Tidak ditemukan ada kalimat rahmatan lil aslamu (rahmat bagi umat islam), namun bagi seluruh semesta. Kebesaran inilah yang oleh umatnya diejawantahkan dalam bentuk hubungan agama dan negara. (Oh ya, itu dia topik besarnya! Jadi beliau menyampaikan beberapa pola hubungan agama dan negara).  Ada yang sekuler, atau memisahkan benar-benar agama dan negara; amerika contohnya. Agama menjadi hak privat setiap orang dimana tidak boleh menyentuk istana, apalagi konstitusi negara. Kemudian pola selanjutnya yaitu agama sebagai landasan sebuah negara. Bentuknya bisa bermacam-macam, ada kerajaan (arab saudi, vatikan), demokrasi (turki), sampai yang tidak jelas sekalipun (lebanon).

Ada beberapa bentuk lainnya, namun penekanan Ketua PBNU ini mengarah pada apa yang kita miliki. Mari kita pelan pelan bahas: Untuk membentuk suatu negara dengan landasan agama, diperlukan masyarakat yang monotheistik. Hanya terdapat satu agama di daerah tersebut, atau agama lainnya memiliki persentasi amat sangat kecil dan tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Namun Indonesia dengan tingkat diversitas SARA yang luar biasa mengisyaratkan negara agama adalah hal mustahil, tapi menegasikan agama dalam suatu negara bukanlah pilihan yang baik pula. Maka PANCASILA keluar sebagai solusi. Thanks to soekarno, natsir, dan orang orang jenius pendiri bangsa kita, akhirnya konsepsi agung ini bisa terlahirkan. Keagungan pancasila sebagai dasar negara bangsa Indonesia adalah ia mampu mengakomodasi prinsip ketuhanan, menjadikannya dasar negara, namun tetap dalam koridor persatuan sebagai bangsa Indonesia.
Kemudian kemanusiaan yang adil dan beradab. Inilah esensi peradaban islam tentang akhlak, moral, dan hak hak asasi manusia di dunia. Pernah juga dibuat sebuah konferensi di madinah oleh Rasulullah SAW tentang bagaimana berinteraksi dengan umat beragama lain, toleransi, keadilan dan berbagai sikap yang memang menunjukkan bagaimana sebuah peradaban besar memperlakukan setiap elemen dalam dirinya. “Hal ini juga dipesankan nabi kepada khalifah selanjutnya yang menguasai mesir, untuk memperlakukan seluruh rakyat mesir dengan adil, dan terbukti dilaksanakan dengan baik” (Jurnal Studi Al Qur’an, volume II, nomor 1, 2007. Al Qur’an, tasawuf, dan sikap hidup kebangsaan,oleh  said agil siradj).

Butir ketiga tidak dibahas, namun setahu saya pasal ini mencakup pluralisme yang memang harus dikedepankan demi berjalannya nasionalisme. Ada beberapa pertentangan mengenai kata pluralisme, ukhuwah sebagai umat muslim, penghuni bangsa, dan penghuni bumi. Akan kita bahas di lain artikel.
Butir keempat dan kelima pancasila tidak dibahas esensinya oleh beliau, namun betapa ia mengagumi redaksional pancasila sebagai dasar negara.

Namun betapapun hebatnya pemimpin kita, seperti bung karno, dengan konsepsi yang luar biasa ini pula ia tidak mampu mengaplikasikan dengan baik apa-apa yang tertuang dalam dasar negara. Ia tidak mampu/tidak sempat menginternalisasikan ideologinya pada warga negara, terkait situasi internasional yang kemudian menariknya pada komunisme, liberalisme, dan banyak hal rigid lainnya. Hal ini disebabkan Soekarno sebagai ideolog, juga sebagai pelaksana. Padahal idealnya bukan pada satu orang, yang akhirnya ada conflict of interest. Presiden selanjutnya, soeharto, mencoba mengejawantahkan pancasila dalam puluhan butir penjelas dimana tidak jua berhasil menjadi pedoman hidup masyarakatnya. Akhirnya hingga reformasi dan kini pancasila tidak jelas akan diintepretasikan kedalam wujud dan visi yang seperti apa. Konsepsi sekedar monumen gading apabila tidak bisa diimplementasikan dengan baik.

Beberapa poin diatas cukup menggambarkan betapa potensi indonesia luar biasa besar. Hanya saja umat Islam seperti terlena saat memeluk islam. Dikira dengan memeluk islam, ia akan otomatis menjadi agung mendapatkan rahman dan rahim Allah begitu saja. Padahal, yang agung itu adalah Islamnya, bukan mukmin. Jika ingin bersaing, diperlukan kerja keras, strategi, niat yang kuat dan tulus. Harus ada proses internalisasi nilai-nilai islam itu sendiri sehingga peradaban islam bisa maju dan bersaing dengan yang lainnya.

Setelah sedikit promosi tentang pesantrennya, akhirnya beliau mengakhiri pembicaraan. Lanjut ke pembicara selanjutnya yaitu Pak Abdul Aziz, perwakilan Pak  Din Syamsudin yang berhalangan datang -juga dengan pak jusuf kalla yang tidak bisa hadir :’(. Beliau berbicara mengenai pendidikan di indonesia, bagaimana term/dikotomi sekolah-madrasah ini bisa tercipta. Tidak menjelaskan secara rinci, tapi mempertanyakan apakah merugikan atau menguntungkan. Saya pribadi berpendapat bahwa itu adalah pekerjaan dari pak soeharto yang menjadi pelaku westernisasi di Indonesia.

Anak-anak di indonesia saat ini terlalu banyak belajar definisi, bukan makna. Sebut saja saat SD, SMP dan SMA kita belajar agama, belajar definisi sholat, belajar tentang kejujuran, tapi tetap saja kita tidak mengerjakan solat itu atau tetap menjadikan pencurian sebagai sesuatu yang sah-sah saja. Ini yang harus diperbaiki. Beliau juga memaparkan bahwa sebenarnya dalam sekolah dan madrasah seharusnya tidak berbeda, karena pada dasarnya semua ilmu yang ada di dunia ini berasal dari ayat Allah SWT. Semua ilmu pasti akan kembali kepada ayat-ayat suci dalam Al Qur’an. Maka beliau mengklasifikasikan ilmu seperti ilmu alam (fisika, kimia), bahasa, sosial, dan agama. Uniknya, dalam Al Qur’an justru ditemukan 71 Surat (bukan ayat) yang membahas masalah sosial, sejarah dan budaya. Banyak pula yang berbicara tentang ilmu alam. Untuk mengkaji hal tersebut diperlukan ilmu bahasa, dan hanya sedikiiit sekali yang membahas masalah agama ( dalam konteks ini ibadah). Proporsi ini menunjukkan betapa Allah SWT yang direpresentasikan dalam Al Qur’an sangat menghargai ilmu, serta betapa terintegrasinya ilmu-ilmu di dunia dengan Agama, khususnya islam. Ilmu yang dipelajari itulah yang digunakan oleh ilmuan islam untuk lebih mendekatkan diri pada Allah, karena pada dasarnya fungsi kita di dunia ini hanya ada 2, yaitu fungsi kholifah/mengelola bumi, dan fungsi penghambaan untuk beribadah kepada-Nya

Pak Suhelmi, pembicara ketiga, membahas reinasance dan pengaruh islam terhadapnya. Dosen FISIP UI yang awalnya terlihat agak sombong ini (karena tidak mau duduk di depan sampai giliran dia bicara) memulai pembahasannya tentang definisi reinasance. Kebangkitan eropa atas kejayaan masa lalu yunani ini dimulai di italy dan akhirnya menyebar ke seluruh eropa, serta berlanjut kepada enlightment era. Bangsa eropa, menurut beliau, hanya mengakui 4 pilar yang mempengaruhi peristiwa bersejarah ini. Kristen, Yahudi, Romawi, dan Yunani. Padahal jika ditelusuri, ada seorang tokoh italy yang lebih dahulu mengawali reinasance dengan orasinya tentang human right (dan menjadi dasar HAM Internasional yang pertama). Tokoh ini dengan jelas menyebutkan dan terinspirasi dari tokoh islam seperti ibnu sina dan ibnu siir. Kemudian leonardo da vinci, copernicus, mereka orang-orang hebat yang ternyata juga belajar dari peradaban arab, yang saat itu sedang masa jayanya (golden age). Setelah perang salib terjadi, benturan peradaban inilah yang menyebabkan yang satu hancur, dan lainnya tumbuh pesat. Kesimpulannya, dalil eropa atas ketidakpengaruhan peradaban islam saat itu atas reinasance tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Sesi tanya jawab pun bergulir, dan sayang sekali saya tidak mendapatkan kesempatan untuk mengeluarkan pemikiran yang berkecamuk dalam otak. Kesel sih, moderatornya autis gitu, orang ngomong diburu-buru pula. Ceremonial acaranya juga nggak begitu disusun rapi, tambah dengan opening speech yang nggak karuan (sampe ngomongin quota APBN, Beasiswa tidak mampu, rektor gumilar yang muda, dinamis, dan cerdas :P). Sudahlah, anggap saja lelucon diawal diskusi berat tadi.

Akhir kata, saya banyak belajar dari seminar tadi. Baru sadar kalo Pak Hasyim Muzadi itu ilmunya banyaaaakkk banget, luas pula. Nggak seperti bayangan awal kiai yang konservatif dengan dalil dalil ‘kuning’ nya, beliau justu membuka mata kita tentang pentingnya moderatisme, persatuan umat islam, kebobrokan aplikasi NU di lapangan akibat nilai islam yg tidak terinternalisasi, dan sebagainya. Kayaknya tokoh idola nambah satu nih, hehehe. Intinya harus banyak belajar lah, semoga seminar ini bisa menundukkan hati-hati yang mengikutinya untuk bareng-bareng belajar ilmu lebih banyak lagi. Oiya, saya juga udah kenalan sama pak basuni, udah minta nomer handphonenya. Siapa tau bisa kerjasama nantinya, hehehe (tetep)

Semoga nggak kepanjangan, hanya belajar dari bangsa eropa tentang pentingnya mengarsipkan ilmu.Thanks for reading, Auf Wiedersehen! Assalamu’alaikum Wr Wb!

Comments

Post a Comment

Comment adalah sebagian dari iman :D

Popular posts from this blog

Bagaimana Bisa - Tiga Pertanyaan untuk Kita dan Semesta

Bagaimana bisa aku bisa menulis rangkuman masa lalu , bila setiap detik yang berlalu menjadi ceritanya sendiri? Tulisanku berkejaran dengan memori yang terus terbentuk, terbentuk, terbentuk, lalu terbentur dengan kecepatan jariku merekam setiap kenangan dalam tulisan. Aku hanya ingat samar samar wajah letih seorang perempuan di taman anjing itu, berjalan menyusuri lorong panjang diantara kedai kopi dan pizza, lalu mendekat memanggilku dari belakang. Hmm, sosok yang familiar, namun terasa asing setelah mungkin dua-tiga tahun mengikuti sepak terjangnya di dunia maya. Apa yang aku bisa ingat? Perawakannya yang tinggi putih dengan kacamata besar, pakaiannya cukup manis melengkapi alis ulat bulu dan bibirnya yang tebal. Sisanya, ingatanku memudar seperti lipstiknya kala itu. Mungkin yang sedikit bisa aku ingat adalah caranya bicara dan mendengarkan. Tentang bagaimana ia percaya bahwa produk Apple lebih superior dibandingkan merek gawai lain, tentang kesulitan tidurnya dan apa akar masalahny

Trade off dan Oportunity cost dalam kehidupan

Hahahahahahaa what a nice function! Sering kali kita, para lelaki, menganggap bahwa wanita itu adalah suatu masalah. yap! Ada yang bilang mereka itu banyak maunya, minta beli ini, minta jemput, minta ditelpon, diisiin pulsa, diajak malming...dan masih terlalu banyak 'tuntutan' lainnya. Wanita itu lemah, harus 24 jam dijaga nonstop! Bahkan ada tipe wanita yang overposessif, sampai2 trima sms dari temen aja harus lapor max 1x24 jam! hmm..gw jadi mikir, dan cukup flashback sama pengalaman pribadi..Ternyata emang setiap cowo mempertimbangkan semua hal untuk menggebet cewe idamannya, nggak cuma faktor intern but also extern. Disinilah muncul hukum ekonomi, "Trade Off" dan "Opportunity Cost". Nggak ada yang lo bisa borong di dunia ini(Walaupun bokap lo muntah duit) Uang bukan segalanya, karena nggak semua permasalahan di dunia ini bisa lo selesaiin dengan duit. seperti yang satu ini: MISAL: Ini surti dan ngatiyem Kita ngomongin 2 cewek diatas, Surti

Get Out of the Model!

Pernah ke hypermart ITC Depok? Kalau belum, cobalah. Naik ke lantai 2, lalu naik eskalator dalam hypermart. Anda akan menemukan keadaan seperti ini di eskalatornya. Sekilas nampak berantakan. Tapi coba lihat lebih dekat What? Chiki? Iya. Cemilan dalam kemasan (entah namanya apa). Ratusan hingga ribuan snack ditumpahkan ditengah, kiri dan kanan eskalator yang sedang berjalan. Terlihat mereka yang menggunakan eskalator excited dan mulai menyentuh berbagai merek sepanjang perjalanan. Sebagian terlihat mengambil dan langsung memakannya.  Menurut saya ini cerdas. Sangat cerdas. Low-cost innovation untuk meningkatkan customer experience yang tepat guna. Hypermart berhasil mempertemukan konsumen primer snack ringan - anak kecil dan remaja - dengan eskalator yang dikategorikan sebagai ruang publik yang menyenangkan (playful) bagi konsumen tersebut. Apakah inovasi harus mahal? Apakah promosi untuk meningkatkan experience harus bermodal ratusan juta-milyaran rupi