Aku berpikir kembali tentang nasionalisme
saat anggota dewan yang terhormat dengan elegannya meminta negara untuk merenovasi gedung mewahnya yang (kabarnya) miring 7 derajat akibat gempa tasikmalaya. Pembangunan yang menghabiskan dana sekitar 1,8 trilyun ini diklaim bisa meningkatkan kinerja anggota dewan senayan tersebut
kemudian, saya jadi ingat kasus century waktu silam, beberapa dewan berkata bahwa 6,7 trilyun bisa digunakan untuk sekolah, rakyat, dsb. apakah mereka mendukung pembangunan ini ya?
Aku berpikir kembali tentang nasionalisme
saat kami mencoba untuk membantu rakyat (yang katanya) melarat, dengan berwiraswasta. Dengan modal yang cukup besar, kami berinvestasi di satu industri sederhana. Namun apa daya masyarakat ternyata telah menjadi rampok. iklim investasi berantakan, keamanan tak terjamin. persetan dengan csr, kami diperbudak calo-calo kebenaran yang baru berpihak apabila kami membayar.
lalu aku kembali berpikir tentang nasionalisme
saat seorang putri bangsa terbaik ternyata 'diusir' dari negaranya sendiri. Suatu negara besar yang telah ia bangun dengan segenap pengabdiannya;tiada yang meragukan kredibilitasnya sebagai seorang menteri. Bagaimana seorang wanita bisa mentransformasi depkeu menjadi lembaga terbersih diantara yang kotor berkerak. Dan bagaimana seorang Sri Mulyani Indrawati menjaga kepercayaan investor tanpa kejeniusan otak serta hati.
Mengapa kemudian ia dibiarkan pergi mengabdi kepada lembaga lain? Bagaimana dengan teknokrat lain?
akhirnya aku berpikir kembali tentang arti nasionalisme
dimana rasa abdi terhadap negara adalah hal yang sedikit mustahil dilakukan saat ini.
Aku terlalu banyak menjumpai calo kebenaran, ketidakadilan, dan kemunafikan publik.
aku tak habis pikir dengan keberpihakan negara terhadap asing hingga mengalahkan lokal sebagai tuan rumah
Aku benci dengan segala kriminal yang dianggap wajar.
aku muak dengan iklim investasi, keadaan yang tidak kompetitif, orang orang oportunis, dan aparatur negara yang pengecut.
aku bosan dengan segala intrik peraturan yang dibuat untuk dilanggar, dibuat apabila dibayar, dan dibuat untuk yang membayar lebih tinggi
aku sedih melihat harga diri ilmuwan, teknokrat, pengusaha, seniman, dan brilian lokal yang diinjak-injak di negara sendiri
aku muak dengan negara ini, saat ini
mungkinkah nasionalisme yang sebenarnya adalah omong kosong?
saat anggota dewan yang terhormat dengan elegannya meminta negara untuk merenovasi gedung mewahnya yang (kabarnya) miring 7 derajat akibat gempa tasikmalaya. Pembangunan yang menghabiskan dana sekitar 1,8 trilyun ini diklaim bisa meningkatkan kinerja anggota dewan senayan tersebut
kemudian, saya jadi ingat kasus century waktu silam, beberapa dewan berkata bahwa 6,7 trilyun bisa digunakan untuk sekolah, rakyat, dsb. apakah mereka mendukung pembangunan ini ya?
Aku berpikir kembali tentang nasionalisme
saat kami mencoba untuk membantu rakyat (yang katanya) melarat, dengan berwiraswasta. Dengan modal yang cukup besar, kami berinvestasi di satu industri sederhana. Namun apa daya masyarakat ternyata telah menjadi rampok. iklim investasi berantakan, keamanan tak terjamin. persetan dengan csr, kami diperbudak calo-calo kebenaran yang baru berpihak apabila kami membayar.
lalu aku kembali berpikir tentang nasionalisme
saat seorang putri bangsa terbaik ternyata 'diusir' dari negaranya sendiri. Suatu negara besar yang telah ia bangun dengan segenap pengabdiannya;tiada yang meragukan kredibilitasnya sebagai seorang menteri. Bagaimana seorang wanita bisa mentransformasi depkeu menjadi lembaga terbersih diantara yang kotor berkerak. Dan bagaimana seorang Sri Mulyani Indrawati menjaga kepercayaan investor tanpa kejeniusan otak serta hati.
Mengapa kemudian ia dibiarkan pergi mengabdi kepada lembaga lain? Bagaimana dengan teknokrat lain?
akhirnya aku berpikir kembali tentang arti nasionalisme
dimana rasa abdi terhadap negara adalah hal yang sedikit mustahil dilakukan saat ini.
Aku terlalu banyak menjumpai calo kebenaran, ketidakadilan, dan kemunafikan publik.
aku tak habis pikir dengan keberpihakan negara terhadap asing hingga mengalahkan lokal sebagai tuan rumah
Aku benci dengan segala kriminal yang dianggap wajar.
aku muak dengan iklim investasi, keadaan yang tidak kompetitif, orang orang oportunis, dan aparatur negara yang pengecut.
aku bosan dengan segala intrik peraturan yang dibuat untuk dilanggar, dibuat apabila dibayar, dan dibuat untuk yang membayar lebih tinggi
aku sedih melihat harga diri ilmuwan, teknokrat, pengusaha, seniman, dan brilian lokal yang diinjak-injak di negara sendiri
aku muak dengan negara ini, saat ini
mungkinkah nasionalisme yang sebenarnya adalah omong kosong?
Comments
Post a Comment
Comment adalah sebagian dari iman :D