Seringkali middle management dianggap sebagai beban oleh banyak perusahaan dengan berbagai alasan.
Gaji yang diberikan cukup besar, namun tidak mengerjakan pekerjaan teknis layaknya staff biasa - dimana bertambahnya man hour tidak melulu berbanding lurus dengan produktifitas.Pekerjaan koordinasi dan 'pembawa pesan' dari atasan kerap menjadi hal rutin saja. Sekadar bemper untuk menyampaikan keinginan bos, sekaligus pendengar keluh kesah tim atas ekspektasi perusahaan yang jauh diatas current capacity.
Kuasa dan ruang main nya pun terbatas. Ia dianggap atasan bagi timnya, namun tidak cukup kuat untuk mempengaruhi kemana perusahaan bergerak.
“I don’t think you want a management structure that’s just managers managing managers, managing managers, managing managers, managing the people who are doing the work.” Begitu kata Zuckerberg yang diamini oleh Elon Musk. Tidak heran pada masa-masa paceklik, middle management lah sasaran utama efisiensi.
Saya beberapa kali berdiskusi, "Apa strategi middle management yang tepat? Kriteria apa yang dibutuhkan, peran apa yang diberikan, agar tidak hanya produktif tetapi juga justified dalam operasionalnya?"
Menurut saya ada beberapa general strategy yang bisa teman-teman aplikasikan
Pertama, sebagai top management, penting untuk menganggap managers sebagai man of vision - tidak hanya man of work.
Bertahun-tahun climb the corporate ladder, they actually know the work better than you. Justru dengan setengah kaki on the ground, middle management harus ikut serta, hands-on, membentuk visi dan banyak berdiskusi tentang strategi pengembangan perusahaan.
Berikan mereka otoritas dan boundaries. Perjelas area kerja, hargai batasan-batasan keputusan (dan kurangi decision override), empower tim dengan visi yang tidak hanya menguntungkan personal, tetapi juga tim yang mereka pimpin.
Tentu saja diperlukan elemen capacity, trust dan compatibility -yang mundur jauh ke hiring strategy & corporate structure- agar proses ini bisa berjalan. Namun dengan mindset yang tepat, investment terhadap middle management akan lebih membuahkan hasil.
Kedua, sebagai manager, penting untuk menunjukkan kompetensi, kecakapan komunikasi dan keterbukaan pada ide-ide baru.
Seringkali decision makers mengambil keputusan yang jauh melewati horizon pemikiran middle management. Managers biasa akan merespons dengan complain "ini orang ngapain sih? kenapa arahnya kesana deh?", sedangkan managers dengan growth mindset akan berempati dan curious, berusaha belajar dan memahami visi sekaligus menyelesaikan apa yang ada di piring hariannya (i know, easier said than done).
Pahami, ajak diskusi atasanmu tentang gagasan kedepan. Tunjukkan bahwa anda curious enough & punya potensi untuk diajak jalan bersama. Decision makers akan melihat upaya ini sebagai sinyal kompetensi dan loyalitas.
***
Dengan mindset yang tepat, saya percaya kedua pihak bisa menemukan middle ground untuk kebaikan bersama. Cheers!
Comments
Post a Comment
Comment adalah sebagian dari iman :D