Baru saja selesai mengerjakan sesuatu di kamar, tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar sana. Agaknya berasal dari TV ruang tengah...hmmm, suara tersebut tak asing untuk jam jam segini. Biasanya stasiun televisi memuat acara musik live yang menghadirkan penyanyi-penyanyi top hits, kemudian ditemani oleh MC dan pengunjung setia, anak muda mudi yang rela melambai-lambaikan tangannya dibelakang sang penyanyi/band.
Namun yang satu ini sungguh membuat saya penasaran, kenapa frekwensi suara yang dihasilkan sungguh berbeda? teriakan-teriakan ini bukan teriakan remaja cukup umur, ini teriakan anak kecil yang jumlahnya pasti ratusan. Maka dari itu langsung saja ngebut ke depan TV dan.....benar saja, sebuah konser musik kacangan (walaupun musisinya nggak kacangan) digelar di sebuah SMA. Ratusan anak SMA berlompat-lompat mengikuti beat musik, tertawa dan histeris saat bisa menyentuh musisi/MC nya. Raut wajah mereka menunjukkan keceriaan, perasaan bahagia entah karena senang musik atau senang tidak ada pelajaran. Lalu konser tersebut berakhir, musisi tersenyum puas, anak-anaknya pun riang gembira.
Satu sisi, hal ini merupakan keburukan dari kekuatan modal. Marketing gimmic yang diberikan promotor tentu saja luar biasa strategis, dimana membidik anak SMA langsung di sekolahnya merupakan ide gila yang efektif mempromosikan acara serta penyanyi tersebut. Namun apakah etis mengadakannya di waktu seperti ini? saat seluruh siswa tersebut seharusnya menuntut ilmu, mengembangkan dirinya, dan bukan berlompat-lompat ria di lapangan panas itu. Ini pembodohan namanya! Kritik ini saya tujukan langsung kepada promotor acara yang tidak cukup memiliki kearifan dalam mengadakan acara, lalu sekolah yang mengijinkan acara itu bisa terlaksana (entah dengan bayaran berapa), serta pemerintah yang tidak punya regulasi tegas terhadap hal-hal yang mengganggu pelajaran.
Namun sisi balik, ketika melihat anak anak itu begitu senangnya, maka hal itu cukup aneh. Masalahnya musisi yang datang adalah musisi rock keras, sedangkan mayoritas penonton terdekat adalah para wanita. ada apa kawan? Nah, bisa dipastikan bahwa telah terjadi ketidakberesan akan sistem edukasi di Indonesia. pernahkah teman-teman merasakan bahwa edukasi di Indonesia itu menyenangkan? wah, tentu tidak. Maka hal inilah yang menyebabkan konser musik ini begitu menyenangkan. Konser ini bisa menegasikan kebosanan mereka di kelas, kejenuhan akan pola pengajaran statis sejak tahun jebot. Siswa lebih memilih konser daripada edukasi, dan ini (lagilagi) sangat membodohkan bangsa.
Padahal seharusnya edukasi itu menyenangkan. Edukasi itu mencerahkan setiap yang hadir di dalamnya, menyenangkan berbagi ilmu dan pengalaman. Maka tugas untuk kementerian pendidikan adalah bagaimana membuat pola edukasi yang baru, revolusioner! Intraktif, menyenangkan, penuh canda tawa tanpa menghilangkan unsur ilmunya. Ini juga tugas para guru untuk terus mengintrospeksi diri, kemudian meng-improve dirinya dalam hal pengajaran dengan cara mengikuti seminar, membaca buku, dan lain sebagainya
Jika edukasi yang menyenangkan terjadi, maka dapat dipastikan suatu saat ketika konser itu digelar lagi, anak-anak akan lebih memilih diam di kelas dan membaca buku (menunggu guru datang), atau malah mengusir seluruh promotor dan artis karena dianggap berisik, mengganggu konsentrasi belajar
cie..yang mulai rajin nge-update blog ihiiiyyy(siul siul).
ReplyDeleteHmm..lumayan lah artikel n analisisnya
benar tuch,,
ReplyDeletemasa saat para siswa sedang belajar tiba-tiba terhalang karena ada artis yang datang..
Setuju :)
ReplyDeleteMasa sekolah mau2 aja ya ngadain gtu.. :D