Skip to main content

(lagi-lagi) Sepeda dan Pertanyaan Retorisnya



Rasanya retoris; Kampanye bersepeda ke kampus sudah lama dilakukan banyak orang, baik pihak pemerintah, kampus, bahkan komunitas mahasiswa pencinta sepeda. Tanyalah sembarang mahasiswa, maka tak ada satupun dari mereka yang meragukan 'khasiat' model transportasi ini. Semuanya mengakui bersepeda itu sehat, 'menggowes' itu mengurangi polusi, mencegah global warming. Ya, semua orang tahu akan hal itu.

Namun mengapa kegiatan bersepeda di kampus masih tergolong minim? Dan mengapa akhir-akhir ini sepeda menjadi digemari kembali kawula muda Indonesia?

Bersepeda itu tidak (dianggap) Keren!

Kita harus mengakui satu hal. Bersepeda itu tidak (dianggap) keren. Stigmatisasi yang dilakukan pariwara sepeda motor atau mobil jelas mengalahkan popularitas sepeda sebagai alat transportasi masa kini. Sepeda itu manual dan capek. Jelas berbanding terbalik dengan tren pasar yang semakin otomatis. Mobil/motor gigi otomatis, stander otomatis, lampu otomatis, kemudi otomatis.

Harga barang-barang otomatis tersebut pun semakin terjangkau akibat produksi massal dan permintaan yang membludak. Di sisi lain harga sepeda yang layak dan bagus pun semakin mahal akibat kurangnya permintaan. Walhasil, semakin hilanglah sepeda dari tren pasar transportasi Indonesia, khususnya mahasiswa

Masyarakat konsumtif yang latah tren

Jangan dikira naiknya popularitas sepeda belakangan ini akibat sadarnya masyarakat akan manfaat sepeda. Seperti blackberry, boyband korea, dan behel (kawat gigi), kini konsumsi pun meningkat di ranah sepeda. Fixie, sepeda dengan gigi tetap/fixed gear kini booming di pasaran.

Hal menarik yang patut dicermati disini adalah naiknya branding sepeda di mata masyarakat Indonesia. Berkat fixie, kini pemilik sepeda tidak lagi malu menggunakan sepedanya untuk berpergian. Kebanggaan akan kepemilikan sepeda mulai tumbuh kembali, komunitas kembali bergairah. Industri sepeda pun tak ketinggalan mengeluarkan model-model baru yang semakin menyemarakkan pasar baru sepeda tanpa rem ini.

Layaknya dua mata pisau, konsumerisme dalam ranah sepeda bisa berakibat positif atau negatif. Tingginya permintaan akan barang yang dipengaruhi tren membuat indonesia menjadi surga pasar barang-barang dari negara lain. Orientasi konsumsi berlebihan akan menurunkan produktifitas dan kreativitas. Pada jangka panjang ini sangat berbahaya mengingat neraca perdagangan Indonesia selalu defisit pada produk-produk siap pakai.

Namun sisi baiknya, semakin banyak orang yang menggunakan sepeda. Jika dalam konteks ini mahasiswa, maka kuantitas kendaraan yang masuk kampus menjadi berkurang. Kesehatan mahasiswa pun meningkat secara tidak langsung, dan dalam jangka panjang terbentuklah mahasiswa yang memiliki raga bugar, dan kualitas penyerapan ilmu yang lebih maksimal

Akhir kata, sepeda tetaplah alat transportasi yang hanya bisa digowes tanpa berkata apa-apa. Tinggal bagaimana stakeholder terkait bisa memanfaatkan animo masyarakat untuk kemaslahatan Indonesia yang lebih baik

Comments

  1. tapi dengn sepeda kita dapat menghematsolar...

    ReplyDelete
  2. Numerous popular open-source platforms like Drupal and Joomla! are for sale to online content, but during the period of 2010, WordPress seems to possess moved from top contender to top choice: Interest in WordPress experts rose a remarkable 15% quarter-over-quarter, upgrading three highly coveted spots to #2, trailing only behind PHP developers. This marks the very first time that any cms has moved in to the top three abilities sought after by companies, strengthening it as being the undisputed champion of content, for the time being.

    ReplyDelete

Post a Comment

Comment adalah sebagian dari iman :D

Popular posts from this blog

Bagaimana Bisa - Tiga Pertanyaan untuk Kita dan Semesta

Bagaimana bisa aku bisa menulis rangkuman masa lalu , bila setiap detik yang berlalu menjadi ceritanya sendiri? Tulisanku berkejaran dengan memori yang terus terbentuk, terbentuk, terbentuk, lalu terbentur dengan kecepatan jariku merekam setiap kenangan dalam tulisan. Aku hanya ingat samar samar wajah letih seorang perempuan di taman anjing itu, berjalan menyusuri lorong panjang diantara kedai kopi dan pizza, lalu mendekat memanggilku dari belakang. Hmm, sosok yang familiar, namun terasa asing setelah mungkin dua-tiga tahun mengikuti sepak terjangnya di dunia maya. Apa yang aku bisa ingat? Perawakannya yang tinggi putih dengan kacamata besar, pakaiannya cukup manis melengkapi alis ulat bulu dan bibirnya yang tebal. Sisanya, ingatanku memudar seperti lipstiknya kala itu. Mungkin yang sedikit bisa aku ingat adalah caranya bicara dan mendengarkan. Tentang bagaimana ia percaya bahwa produk Apple lebih superior dibandingkan merek gawai lain, tentang kesulitan tidurnya dan apa akar masalahny

Trade off dan Oportunity cost dalam kehidupan

Hahahahahahaa what a nice function! Sering kali kita, para lelaki, menganggap bahwa wanita itu adalah suatu masalah. yap! Ada yang bilang mereka itu banyak maunya, minta beli ini, minta jemput, minta ditelpon, diisiin pulsa, diajak malming...dan masih terlalu banyak 'tuntutan' lainnya. Wanita itu lemah, harus 24 jam dijaga nonstop! Bahkan ada tipe wanita yang overposessif, sampai2 trima sms dari temen aja harus lapor max 1x24 jam! hmm..gw jadi mikir, dan cukup flashback sama pengalaman pribadi..Ternyata emang setiap cowo mempertimbangkan semua hal untuk menggebet cewe idamannya, nggak cuma faktor intern but also extern. Disinilah muncul hukum ekonomi, "Trade Off" dan "Opportunity Cost". Nggak ada yang lo bisa borong di dunia ini(Walaupun bokap lo muntah duit) Uang bukan segalanya, karena nggak semua permasalahan di dunia ini bisa lo selesaiin dengan duit. seperti yang satu ini: MISAL: Ini surti dan ngatiyem Kita ngomongin 2 cewek diatas, Surti

Get Out of the Model!

Pernah ke hypermart ITC Depok? Kalau belum, cobalah. Naik ke lantai 2, lalu naik eskalator dalam hypermart. Anda akan menemukan keadaan seperti ini di eskalatornya. Sekilas nampak berantakan. Tapi coba lihat lebih dekat What? Chiki? Iya. Cemilan dalam kemasan (entah namanya apa). Ratusan hingga ribuan snack ditumpahkan ditengah, kiri dan kanan eskalator yang sedang berjalan. Terlihat mereka yang menggunakan eskalator excited dan mulai menyentuh berbagai merek sepanjang perjalanan. Sebagian terlihat mengambil dan langsung memakannya.  Menurut saya ini cerdas. Sangat cerdas. Low-cost innovation untuk meningkatkan customer experience yang tepat guna. Hypermart berhasil mempertemukan konsumen primer snack ringan - anak kecil dan remaja - dengan eskalator yang dikategorikan sebagai ruang publik yang menyenangkan (playful) bagi konsumen tersebut. Apakah inovasi harus mahal? Apakah promosi untuk meningkatkan experience harus bermodal ratusan juta-milyaran rupi