(tulisan ini merupakan wujud komitmen gw untuk menulis satu tulisan setiap hari. Gerakan pribadi #1day1article untuk membiasakan keterampilan menulis, sarana berbagi idealisme dan inspirasi, demi civil society yang lebih baik)
Gerimis petang ini sungguh bermanfaat; Udara bersih tak berdebu, namun mobilitas tak terhalang oleh deras hujan. Situasi ini menyenangkan setelah memacu mobil dengan kecepatan tinggi. “Gila Dasar…” kata adikku, Dinar. “Presentasi jam setengah 4 kok berangkat 10 menit sebelumnya”. Hehe, mau diapain lagi, kebiasaan procrast ini harus segera dibenahi memang.
Presentasi selesai, keluar dari ruangan. Aku pun bersalaman dengan inspiring-dosen-gaul Pak Adi Zakaria, konsolidasi tim tentang jadwal brainstorming pembuatan paper, mampir ke makara (cari sinyal), trus langsung menuju kosan. Mau ngobrol sama luqman syauqi, Kepala Kompartemen Humas dan Medianya HIPMI UI. Asik nih, gaul sama anak IT dan ngobrolin masa depan organisasi. Lagi-lagi, passion itu bikin hidup lebih hidup!
Namun tulisan ini tak membahas presentasi MPH tentang kulit buatan, ide ide cemerlang luqman, atau bagaimana rasa sate ayam yang sepertinya-sedikit-agak-kurang-enak itu. Aku lebih suka membahas tukang cakwe yang mangkal di depan pokus wanita. Seorang pria, 35-40 tahunan, dengan wajan berasap terkepul dan cakwe matang yang sudah ditiriskan. Aku yang tiba-tiba kangen jajanan putih-merah, merogoh kantong, dan segera ambil langkah maju jalan.
“Bang beli dong, hehehe”
“Mau beli berapa, dik?” tanya abangnya ramah
“(bingung) nggg….berapa ya?“ Ujarku bingung. Ara kecil nampaknya lebih pintar dalam menentukan jumlah barang yang dibeli; semakin besar semakin bodoh rupanya. *sigh
“5000 deh bang”
“Oh boleh dek. Ini dibungkus kan ya? Sambelnya mau dipisah?”
“Nggak usah bang, dicampur aja. Mau dimakan sambil jalan”
“Oh, mau makan sendiri? Gimana kalau belinya 2000 atau 3000 aja? Takut nggak abis, soalnya lima ribu itu kebanyakan. Sayang kalo dibuang, nggak tega sama makanannya.” Jawab tukang cakwe itu
DEGH…Subhanallah..
Ada kehangatan menyeruak dalam hati; Seorang pedagang cakwe, yang biasanya berorientasi pada profit semata, kini berbeda. Pedagang pinggiran yang biasanya menurunkan kualitas, memakai bahan berbahaya, membohongi pelanggan, kini berbicara nilai-nilai kemubaziran. Menolak uang! Sekali lagi menolak uang demi kebermanfaatan setiap inchi cakwenya.
Oh mungkin ia takut pada dewi sri, sang dewi panen yang menangis kala makanan terbuang; Atau ia percaya tahayul tentang makanan sisa; atau ia terlalu angkuh untuk membiarkan cakwenya tidak termakan
Atau ia hanya berharap suatu hal sederhana, sebuah ketulusan, keteguhan hati. Nilai-nilai lama yang tlah lama dilupakan. Bahwa makanan adalah rahmat, dan kita harus bersyukur dengan menghabiskan apa yang kita ambil. Ia tak ingin berdosa dengan membiarkanku membeli terlalu banyak; Sedikit, sesuai porsimu saja. Kurang tak baik, berlebih pun tidak
Aku termenung cukup lama, mengambil kembalian, kemudian mengembalikannya karena kelebihan seribu rupiah. Ada kehangatan dalam matanya, ada cinta dalam setiap bulir tepung, ada harapan dalam kepulan wajannya, ada mimpi yang terkandung di pedas air cabainya
Subhanallah.. Keren! Tapi kenapa belinya cuma buat sendiri? mending beli banyak terus dimakan bareng temen di kosan :P
ReplyDelete@Neti: Hahaha temen di kosan belum tentu udah pulang :D Atau mungkin neti mau? gw traktir cakwe yuk! hehe
ReplyDeleteAsik. Haha. boleh2 traktir cakwe, tapi dari abang yang diceritain di post ini ya :P
ReplyDeleteAnw, sekosan sama Luqman? Dia temen SMA gw *gapentingjugasih.
Di Kukel ya itu?
The important thing is not what we know but what we are willing to learn
ReplyDeleteobat sariawan lambung obat asma obat radang payudara ibu menyusui obat kanker payudara ibu menyusui obat infeksi prostat obat penguat tulang obat tbc tulang jual obat radang sendi obat sakit asam lambung akut obat pendarahan pasca persalinan