Skip to main content

#5: Limitasi #1day1article

Suatu saat, dalam situasi yang terburu-buru, aku memacu motorku cukup kencang. Janji dengan seseorang itu cukup membuatku nekat; menerobos lampu merah, menyalip truk besar, bahkan tak segan memotong kendaraan dari kanan.
Konsentrasi mata pun terbagi dua, mengamati jalan dan jam tangan. Sedetik mengamati waktu, sedetik kemudian larut dalam kecepatan. “Aku tak boleh terlambat” gumamku berulang-ulang.
Singkat cerita, kemudian motorku memasuki terowongan bawah tanah di cawang. Dengan kecepatan tinggi aku terus melibas kendaraan-kendaraan lambat itu. 80km per jam, lalu naik 90km, kemudian genap seratus. Aku menikmati kemenangan, berada di atas kecepatan meninggalkan puluhan mobil di belakang.
Hey….! Tunggu…!
Sekejap kemudian ku tersadar. Seratus kilometer per jam?
* * * * * *
Kawan, kita bicara soal limitasi; Batasan. Sebentuk stigma dalam diri manusia yang membentuk kata “bisa” dan “tidak bisa”. Stigma ini berada di alam bawah sadar manusia, tidak bisa dikendalikan namun terasa efeknya.
Limitasi ini bersifat subjektif; Setiap orang memiliki batasannya masing-masing yang dipengaruhi oleh banyak hal. Diantaranya Wawasan, pergaulan, kapabilitas pribadi, pengalaman dan mainstream umum. Wawasan, pengalaman, dan kapabilitas menjadi faktor utama penentu limitasi seseorang, sementara mainstream umum dan pergaulan mendukung naik turunnya batasan ini
Sebuah Contoh: Jika ditanyakan, “Apakah kalian bisa terbang?” maka jawabannya pun tergantung SIAPA yang ditanya
Jika masyarakat umum yang ditanya, mungkin jawabannya
“bisa, kita bisa naik pesawat atau menyewa gantole”. 
Jika teknisi dari NASA yang ditanya, mungkin ia akan menjawab
“Jelas Bisa. kita bisa menggunakan tas dengan peluncur jet pribadi, dimana sistem penggunaannya adalah blablabla…”
Jika orang-orang yang hidup sebelum jaman wright bersaudara, mungkin jawabannya akan:
“Kau pikir saja sendiri. Memangnya manusia punya sayap! Dasar bodoh!”
* * *
Dalam konteks cerita diatas, seratus kilometer per jam bukanlah biasa bagi penulis. Jujur saja, sejak kecil nafas selalu sesak apabila menaiki motor dengan kecepatan diatas 70-80km/jam. Sempat dikira epilepsi bahkan asma.
Namun hari ini, akhirnya kejadian ini berhasil membuktikan sesuatu. Walaupun secara tak sadar, penulis bisa membuktikan bahwa kecepatan bukanlah masalah yang berarti lagi, dan bisa ditaklukkan.
Maka beberapa hal tentang limitasi yang harus kita pahami, bahwa:
Batasan pada tiap manusia ternyata tidak nyata. Ia ada karena kita yang membuatnya sendiri.
Sejarah membuktikan berulang kali, limitasi pada beberapa kelompok masyarakat dipecahkan beberapa waktu kemudian.
Berapa banyak manusia yang berpikir bahwa perjalanan dari jakarta ke bandung itu lama, saat di belahan dunia lain diciptakan pesawat jet pribadi?
Berapa lama manusia berpikir tidak mungkin menyelam lebih dari 10 menit, saat manusia lain membuktikan ia bisa satu hari penuh di dasar laut dengan tabung oksigen
Untuk memahami bahwa batasan itu tidak ada, kita harus mencoba dan melewati batasan itu sendiri
Keyakinan tak akan sedemikian kuat ketika kita tidak mengalaminya sendiri; tidak melihannya sendiri, tidak mendengar dengan kedua telinga sendiri, tidak melakukannya sendiri
Dan yang terpenting adalah KEYAKINAN bahwa batasan itu BISA ditembus walau dengan kerja keras, darah dan air mata
betapa banyak manusia yang terkungkung didalam pikirannya sendiri. Terus berkutat dengan confidence, perasaan yakin tak yakin yang ada dalam dirinya. Terus meragukan kemampuannya, tanpa mau berlatih, gagal, dan terus mencoba.
Maka dengan tiga hal tentang limitasi ini, penulis berharap siapapun yang membaca bisa menyadari, bahwa limitasi itu tidak ada. Saking hebatnya otak kita, sehingga mampu menjebak diri kita sendiri. LAWAN! Anda adalah manusia-manusia terhebat tanpa batas yang bisa melakukan apapun!
Coba, berjuang, dan pastikan bahwa batasan itu tidak pernah bisa membatasi kita melakukan apapun.
Cheers
ARA

Comments

  1. Tapi untuk segala sesuatu yang bersifat fisik, batasan itu saya rasa tetap ada loh, dan sangat jelas garis batasnya :')

    Eniwei nice article! Lumayan memotivasi, seenggaknya pas lagi baca artikelnya haha
    Dan sukses ya program 1 day 1 articlenya! :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Comment adalah sebagian dari iman :D

Popular posts from this blog

Trade off dan Oportunity cost dalam kehidupan

Hahahahahahaa what a nice function! Sering kali kita, para lelaki, menganggap bahwa wanita itu adalah suatu masalah. yap! Ada yang bilang mereka itu banyak maunya, minta beli ini, minta jemput, minta ditelpon, diisiin pulsa, diajak malming...dan masih terlalu banyak 'tuntutan' lainnya. Wanita itu lemah, harus 24 jam dijaga nonstop! Bahkan ada tipe wanita yang overposessif, sampai2 trima sms dari temen aja harus lapor max 1x24 jam! hmm..gw jadi mikir, dan cukup flashback sama pengalaman pribadi..Ternyata emang setiap cowo mempertimbangkan semua hal untuk menggebet cewe idamannya, nggak cuma faktor intern but also extern. Disinilah muncul hukum ekonomi, "Trade Off" dan "Opportunity Cost". Nggak ada yang lo bisa borong di dunia ini(Walaupun bokap lo muntah duit) Uang bukan segalanya, karena nggak semua permasalahan di dunia ini bisa lo selesaiin dengan duit. seperti yang satu ini: MISAL: Ini surti dan ngatiyem Kita ngomongin 2 cewek diatas, Surti...

Bagaimana Bisa - Tiga Pertanyaan untuk Kita dan Semesta

Bagaimana bisa aku bisa menulis rangkuman masa lalu , bila setiap detik yang berlalu menjadi ceritanya sendiri? Tulisanku berkejaran dengan memori yang terus terbentuk, terbentuk, terbentuk, lalu terbentur dengan kecepatan jariku merekam setiap kenangan dalam tulisan. Aku hanya ingat samar samar wajah letih seorang perempuan di taman anjing itu, berjalan menyusuri lorong panjang diantara kedai kopi dan pizza, lalu mendekat memanggilku dari belakang. Hmm, sosok yang familiar, namun terasa asing setelah mungkin dua-tiga tahun mengikuti sepak terjangnya di dunia maya. Apa yang aku bisa ingat? Perawakannya yang tinggi putih dengan kacamata besar, pakaiannya cukup manis melengkapi alis ulat bulu dan bibirnya yang tebal. Sisanya, ingatanku memudar seperti lipstiknya kala itu. Mungkin yang sedikit bisa aku ingat adalah caranya bicara dan mendengarkan. Tentang bagaimana ia percaya bahwa produk Apple lebih superior dibandingkan merek gawai lain, tentang kesulitan tidurnya dan apa akar masalahny...

PLEDOI UNTUK FEAST/BASKARA: Lagu Peradaban Memang Lebih Keras!

Baskara tidak perlu minta maaf, apalagi klarifikasi. Lagu peradaban memang lebih keras dan lebih cadas dari musik metal dan rock manapun. * * * Saya seorang penikmat dan pemain musik sejak kecil. Masa SD saya diramaikan dengan lagu-lagu sheila on 7 dan dewa-19. Beranjak SMP dan SMA musik saya pun tumbuh lebih cadas, saya membentuk sebuah-dua buah band dan menyanyikan banyak genre yang dianggap keren dan menggelegar seperti metallica, avenged sevenfold, dan system of a down, baik di jamming session atau sampai ikut beberapa festival. Sampai saat ini saya masih mendengarkan lagu-lagu itu, masih hafal bahkan beberapa. Namun sebagai penikmat musik yang pengetahuannya toh biasa-biasa saja, saya memiliki opini sendiri tentang kasus feast dan baskara ini. Pada sebuah sesi interview 2 bulan lalu, baskara mewakili feast memberikan opininya tentang musik rock dan peradaban seperti ini: Nggak selamanya kemarahan itu harus disuarakan dengan distorsi gitar dan teriak-teriak. Buat kam...