Kewirausahaan dan
Kemerdekaan yang Sesungguhnya
Aditya
Rian Anggoro (ARA)
FEUI
2009, Ketua Umum HIPMI-Universitas Indonesia 2012
Aditya.rian91@gmail.com, @aradityarian.
Syahdan, perayaan kemerdekaan republik ini kembali digelar. Saat tulisan ini diketik, recent updates memerah-putih; status facebook, BBM, serta ocehan burung digital terus membuncah menyuarakan 67 tahun kemerdekaan bangsa. Terlihat sang garuda seakan membusungkan dada, lalu terbang tinggi menyambar mentari ditengah perayaan digital ini. Luara biasa! Bangga rasanya, saat semua orang menyuarakan nasionalisme tiada henti; Sekaligus marah bukan main, saat sadar bahwa hal ini terhenti pada ucapan, sekadar seremonial belaka yang membusuk dalam hitungan jam saja.
Perayaan itu Menghina Kemerdekaan itu sendiri
Perasaan ini terus memuncak tatkala
mendengar amanat pembina upacara, Mantan Presiden B.J. hfHabibie, dalam upacara
digital yang digelar @id_optimis 9 dalam sebuah situs kreatif www.id-optimis.org. Bangsa besar dari
timur itu kini terjebak dalam euforia transaksional semata. Setelah 17 tahun
mengenal teknologi (Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, Mei 1995), 12 tahun
mengenyam demokrasi, kini rakyat Indonesia dipaksa harus membeli jam kerja –
bahasa pak habibie untuk produk – dari bangsa lain. Sadarkah kita, Pasar yang
besar dan bertumbuh ini merupakan aset terbesar bangsa? Lalu mengapa kita
biarkan dominasi asing menguasai sektor-sektor strategis seperti otomotif, dirgantara,
telekomunikasi dan jasa? Mengapa rakyat hanya bisa gigit jari menonton
konglomerasi berbagai sektor industri, yang sama sekali tidak berkelanjutan?
Inilah yang disebut Pak Habibie sebagai neo-kolonialisme, atau penjajahan
berbaju baru. Sebuah penghambaan terhadap negara lain dari segi ekonomi sementara
kita hanya berperan sebagai konsumen saja. Lantas, mari kita tanyakan pada diri
sendiri, dimana letak kedaulatan yang kita rayakan? Apakah kita sudah
benar-benar merdeka?
Apakah kita sudah benar-benar merdeka?
Kewirausahaan,
memaknai kedaulatan Individu
Bicara soal kedaulatan bangsa, maka kita bicara soal
kedaulatan pada level mikro/individu. Kita membahas sebuah mental kemandirian
untuk bertahan hidup dan berkembang, tanpa bergantung pada manusia/instansi
lain. Ini yang disebut sebagai kewirausahaan(entrepreneurship). Saat sebagian
orang menganggapnya sebagai mental, sebagian lainnya menganggapnya sebagai
sejenis profesi abstrak – pengusaha/wirausaha. Ciri paling kuat dalam kewirausahaan
adalah kemampuannya dalam berinovasi, menghasilkan nilai tambah, mengambil
risiko, bersinergi dan memanfaatkan sumber daya yang ada. Ia mandiri, namun tak
sendiri. Ia mampu memberdayakan orang lain, menggerakkanya demi tujuan ekonomi
bersama.
Dalam konteks negara, dibutuhkan pengusaha sebanyak 2%
dari total populasi, untuk menjadikannya sebagai negara makmur (McClelland,
1998). Semakin banyak pribadi dengan mental tersebut, maka semakin besar
kemandirian bangsa. Belum lagi secara makro, pengusaha dapat menyerap
pengangguran, meningkatkan pendapatan nasional, serta meningkatkan daya saing
bangsa di kancah internasional. Bukankah ini yang kita harapkan? Tak pelak
lagi, kita membutuhkan lebih banyak wirausahawan demi masa depan Indonesia.
Wajib dan mendesak untuk terpenuhi!
Kita membutuhkan lebih banyak wirausaha demi masa
depan Indonesia
Kewirausahaan
sebagai bagian dari Pergerakan Mahasiswa
Sebagian kita mengenal pergerakan mahasiswa dalam
konotasi yang lebih ‘keras’; Kritik, aksi, kebijakan, dan kepentingan. Di HIPMI-Universitas
Indonesia, kami memaknainya sebagai perjuangan untuk mengkampanyekan kewirausahaan
di Indonesia, khususnya di kampus perjuangan.
Mimpi kami sederhana: menjadikan SELURUH mahasiswa
Universitas Indonesia, sebagai pengusaha-pengusaha terbaik Indonesia. Tak
sembarang pengusaha, tapi mereka yang mengaplikasikan konsepsi tri dharma
perguruan tinggi pada usaha-usahanya. Pendidikan, artinya menggunakan ilmu yang
didapat dikampus dalam bisnisnya. Penelitian membawa semangat continuous
improvement dan research dalam perjalanan entrepreneurialnya. Pengabdian
masyarakat pun membentuk mereka tetap beretika, berterima kasih dengan
pemberdayaan yang bisa mereka lakukan, baik pegawai maupun lingkungan sekitar.
Bayangkan seratus persen mahasiswa terbaik di kampus
terbaik, menjalankan bisnis dengan konsepsi
tri dharma perguruan tinggi, untuk
masa depan Indonesia yang lebih baik. Tak diragukan lagi, inilah momentum
kebangkitan Indonesia. Kami siap menjadi aktornya, bagaimana dengan anda?
Memulai
Momentum Kemerdekaan yang Sebenarnya
Ayolah kawan, cukup sudah menanggalkan makna
kemerdekaan hanya di bibir saja. Indonesia tak membutuhkan kata kata manismu.
Ia juga tak peduli gambar nasionalis itu. Ia perlu usaha nyata untuk memulai momentum
kemerdekaan yang sesungguhnya, melalui aksi kewirausahaan MU hari ini.
Mimpi setinggi apapun, ratusan langkah mimpi didepan,
haruslah dimulai jua. Proses satu-dua langkah itu bernama pendidikan
kewirausahaan. Sebagian orang melaluinya dengan cara yang cukup keras, seperti drop
out dari kampus. Ada pula yang dipaksa membanting tulang karena beban keluarga
yang ditanggung, atau musibah yang tidak diduga. Wallahu’alam.
Bagi kita yang lebih beruntung, Seminar, lomba, dan
kompetisi menjadi salah satu soft-way menjadi wirausaha muda. Di BEM FH
misalnya diselenggarakan Lawpreneurship, atau BEM FEUI yang membuat UI
Studentpreneurs. Di skala nasional, ada wirausaha muda mandiri, serta banyak
lagi. Kemudahan akses ilmu dan modal membuat acara-acara ini luar biasa
mengakselerasi pesertanya dalam berkembang
Cara-cara smooth lainnya adalah bergabung dengan
komunitas kewirausahaan. HIPMI-Universitas Indonesia, misalnya, membuka
pendaftaran pada awal tahun 2013 nanti. Berada di komunitas pengusaha membuat
semangat dan idealisme terus terjaga, bahkan di saat-saat sulit. Program
pengembangan diri, jaringan, akses modal dan mentor, serta kekeluargaan yang
membuatnya tak ternilai. Real priceless.
Dengan memulai hari ini, dan
terus meningkatkan level kewirausahaan kita, lalu mengaplikasikan sesuai dengan
konsepsi yang disebutkan diatas, kita semua berharap Indonesia akan jauh lebih
baik dalam 5, 10, 15 hingga 20 tahun lagi. Semoga kita semua menjadi aktor
penentu bangkitnya republik ini, tidak hanya sekadar penonton di tribun antah
berantah. Bersorak, berteriak, terbawa riuh rendah ombak kekuatan global.
Comments
Post a Comment
Comment adalah sebagian dari iman :D