Skip to main content

Bekerja untuk Keabadian; Menulis untuk membangun konsistensi



“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” -Pramudya Ananta Toer

Pak pram menyandingkan kepandaian dengan kepenulisan. Bagaimana orang pandai tak cukup pandai bila tak menulis, tak sudi membagi ilmunya, tidak mampu menjadikannya aset publik yang bermanfaat bagi banyak orang. Secara filosofi, manusia belajar tak untuk pandai, namun untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan di lapangan, serta membantu orang lain.

Seratus persen setuju, bukan? Masalahnya, kapan teman-teman yang pandai ini mulai menulis?

Saya selalu iri terhadap teman-teman yang mampu mengupdate blognya secara rutin. Sebutlah kak @isnidalimunthe, pacar saya sendiri @dawinwinda, bahkan seorang Menteri BUMN pak @iskan_dahlan bisa menulis ditengah begitu padatnya rutinitas. Maka mari kita garisbawahi, KESIBUKAN bukanlah alasan untuk tidak bisa menulis rutin. Kesibukan adalah kambing hitam dari ketidakmampuan kita mengeksekusi apa yang kita rencanakan.

Dulu saya pernah sesumbar berjanji pada publik untuk menulis satu artikel per hari. #onedayonearticle jargonnya. Diawali dengan semangat, dijalani hari demi hari, eh eh seminggu keok sama kesibukan. Ini akar segala kegagalan, kawan-kawan. Coba hitung, berapa niat yang kandas sekadar niat, berapa plans yang berhenti tak dieksekusi, berapa cinta yang tak tersampaikan. Pola semacam ini sangat buruk dimanapun sisi kehidupannya, dan harus diakui KONSISTENSI menjadi titik lemah saya sebagai manusia.

Membangun konsistensi itu gampang ra, Sholat tiap hari tepat waktu, itu terapi paling simpel -Arif Darmawan (achay)

Insya Allah sholatnya akan dibenahi, diusakan terus di awal waktu. Makasih Achay. Namun saya melihat kegiatan menulis adalah terapi konsistensi yang tepat dan bermanfaat. Menyalurkan kreatifitas, pemikiran, emosi, hingga memberikan kebermanfaatan (semoga) bagi yang membacanya.

jadi begini rencananya, setiap hari akan ada waktu menulis satu jam, antara jam 9-10 malam. Saya akan menulis apapun yang saya rasakan di hari itu. Jadi praktis akan ada satu tulisan bertambah minimal setiap harinya. Mohon diingatkan ya bila belum menulis, hehe

Semoga niat memperbaiki diri ini dipermudah, dan bisa menjadi solusi atas ketidakkonsistensian saya sebagai manusia. Hehe, ini juga salah satu bentuk resolusi ulang tahun ke-22 kemarin.

Thats it, thank you!

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana Bisa - Tiga Pertanyaan untuk Kita dan Semesta

Bagaimana bisa aku bisa menulis rangkuman masa lalu , bila setiap detik yang berlalu menjadi ceritanya sendiri? Tulisanku berkejaran dengan memori yang terus terbentuk, terbentuk, terbentuk, lalu terbentur dengan kecepatan jariku merekam setiap kenangan dalam tulisan. Aku hanya ingat samar samar wajah letih seorang perempuan di taman anjing itu, berjalan menyusuri lorong panjang diantara kedai kopi dan pizza, lalu mendekat memanggilku dari belakang. Hmm, sosok yang familiar, namun terasa asing setelah mungkin dua-tiga tahun mengikuti sepak terjangnya di dunia maya. Apa yang aku bisa ingat? Perawakannya yang tinggi putih dengan kacamata besar, pakaiannya cukup manis melengkapi alis ulat bulu dan bibirnya yang tebal. Sisanya, ingatanku memudar seperti lipstiknya kala itu. Mungkin yang sedikit bisa aku ingat adalah caranya bicara dan mendengarkan. Tentang bagaimana ia percaya bahwa produk Apple lebih superior dibandingkan merek gawai lain, tentang kesulitan tidurnya dan apa akar masalahny

Trade off dan Oportunity cost dalam kehidupan

Hahahahahahaa what a nice function! Sering kali kita, para lelaki, menganggap bahwa wanita itu adalah suatu masalah. yap! Ada yang bilang mereka itu banyak maunya, minta beli ini, minta jemput, minta ditelpon, diisiin pulsa, diajak malming...dan masih terlalu banyak 'tuntutan' lainnya. Wanita itu lemah, harus 24 jam dijaga nonstop! Bahkan ada tipe wanita yang overposessif, sampai2 trima sms dari temen aja harus lapor max 1x24 jam! hmm..gw jadi mikir, dan cukup flashback sama pengalaman pribadi..Ternyata emang setiap cowo mempertimbangkan semua hal untuk menggebet cewe idamannya, nggak cuma faktor intern but also extern. Disinilah muncul hukum ekonomi, "Trade Off" dan "Opportunity Cost". Nggak ada yang lo bisa borong di dunia ini(Walaupun bokap lo muntah duit) Uang bukan segalanya, karena nggak semua permasalahan di dunia ini bisa lo selesaiin dengan duit. seperti yang satu ini: MISAL: Ini surti dan ngatiyem Kita ngomongin 2 cewek diatas, Surti

Get Out of the Model!

Pernah ke hypermart ITC Depok? Kalau belum, cobalah. Naik ke lantai 2, lalu naik eskalator dalam hypermart. Anda akan menemukan keadaan seperti ini di eskalatornya. Sekilas nampak berantakan. Tapi coba lihat lebih dekat What? Chiki? Iya. Cemilan dalam kemasan (entah namanya apa). Ratusan hingga ribuan snack ditumpahkan ditengah, kiri dan kanan eskalator yang sedang berjalan. Terlihat mereka yang menggunakan eskalator excited dan mulai menyentuh berbagai merek sepanjang perjalanan. Sebagian terlihat mengambil dan langsung memakannya.  Menurut saya ini cerdas. Sangat cerdas. Low-cost innovation untuk meningkatkan customer experience yang tepat guna. Hypermart berhasil mempertemukan konsumen primer snack ringan - anak kecil dan remaja - dengan eskalator yang dikategorikan sebagai ruang publik yang menyenangkan (playful) bagi konsumen tersebut. Apakah inovasi harus mahal? Apakah promosi untuk meningkatkan experience harus bermodal ratusan juta-milyaran rupi